Minggu, 26 Agustus 2012

DILARANG MUNAFIK

DILARANG MUNAFIK!
Khotbah Kepel:
Bacaan Alkitab Wahyu 3:1-6
Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! (Why.3:1)
Kemunafikan adalah sikap penggelapan identitas yang sebenarnya terhadap sesama.  Dalam relasi antar manusia hal ini bisa terjadi, bahkan dalam beberapa kalangan telah menjadi hal yang biasa.  Hal ini dilakukan, baik dalam rangka untuk menjaga citra diri maupun dalam rangka mencari pengaruh untuk poisisi atau kedudukan yang akan diincar.
Sesungguhnya, kemunafikan adalah sebuah bentuk dosa kebohongan yang sering tidak disadari.  Kebohongan itu pertama-tama mengarah pada diri sendiri dan selanjutnya kepada orang lain.  Dengan kata lain, kemunafikan juga merupakan dosa manusia yang telah bersaksi dusta terhadap sesama dan diri sendiri.  Menurut Alkitab, sikap ini berasal dari Iblis.  Tuhan Yesus mengatakan dalam Yohanes
8:44, “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.”  Di tempat yang lain Tuhan menegaskan, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Maty.5:37).
            Namun, apakah Allah bisa dikelabuhi dengan kebohongan kita?  Apakah Allah bisa ditipu dengan kemunafikan yang kita bangun?  Jawabannya adalah jelas TIDAK.  Wahyu 3:1 menegaskan “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!”  Manusia bisa dikelabuhi oleh pola kehidupan jemaat Sardis sehingga mereka mengatakan mereka hidup.  Tetapi, Tuhan yang mengetahui segala sesuatu secara sempurna dan benar tidak bisa dikelabuhi.  Ia tahu jelas dan jelas tahu kondisi yang sesungguhnya.
            Karena itu, saudara-saudara, sikap yang tepat adalah berlaku jujur.  Sebab, kejujuran berarti menerima diri ini apa adanya dengan syukur.  Dengan bersikap jujur sesungguhnya kita menjadi ksatria yang berani mengakui kelemahan dan kekalahan, namun dengan segera bangkit dengan kelebihan dan keunggulan yang Tuhan anugerahkan.  Dengan kejujuran, kita tidak memasang kuk dan bom waktu yang siap meledak untuk diri sendiri.  Dengan kejujuran kita pun akan bisa menerima sesama apa adanya dan membangun relasi tanpa sekat duri yang menyakitkan karena “ada dusta di antara kita”. Dengan kejujuran kita akan membangu relasi personal dan komunitas yang sehat dan saling percaya yang bermuara pada keuntungan-keuntungan yang membahagiakan karena berkat Allah.  Amin.

0 komentar:

Posting Komentar