DILARANG BERMESRAAN DENGAN DOSA!
KHOTBAH MINGGU 22 JULI 2012:
BACAAN ALKITAB WAHYU 2:18-29
Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah,
mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembaha
berhala. (Wahyu 2:20)
Kadangkala kita takut untuk menyatakan kesalahan atau dosa sebagai kesalahan dan dosa. Bahkan kita membiarkan hal itu terjadi dan tidak berusaha untuk meredam dan menghilangkan praktek yang tidak berkenan kepada Tuhan itu. Hal ini terjadi karena mungkin kita ada dalam posisi inferior atau minor. Namun, bisa saja kita takut dan mentolerir dosa karena kegoisan kita. Kita takut menyakiti orang atau takut posisi kita terancam.
Kadangkala kita takut untuk menyatakan kesalahan atau dosa sebagai kesalahan dan dosa. Bahkan kita membiarkan hal itu terjadi dan tidak berusaha untuk meredam dan menghilangkan praktek yang tidak berkenan kepada Tuhan itu. Hal ini terjadi karena mungkin kita ada dalam posisi inferior atau minor. Namun, bisa saja kita takut dan mentolerir dosa karena kegoisan kita. Kita takut menyakiti orang atau takut posisi kita terancam.
Sikap yang seperti ini sangat dibenci Tuhan. Tuhan menghendaki kita untuk tegas dan mengambil posisi yang jelas berlawanan terhadap dosa. Dalam Wahyu 2:20 Tuhan Yesus menegaskan kepada jemaat di Tiatira, “Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala.”
Dalam teks Yunani, ungkapan yang diterjemahkan “Tetapi Aku mencela engkau” menyatakan bahwa Tuhan Yesus memiliki keberatan dan sikap berlawanan serta perasaan kecewa yang mendalam karena jemaat Tiatira “membiarkan” dosa terus terjadi dalam jemaat. Kata yang diterjemahkan “membiarkan” dalam menunjuk kepada sikap dari para pemimpin dan anggota jemaat Tiatira yang mentolerir dosa dan tidak ada upaya sedikitpun untuk menghambat berkembangnya dosa itu. Akibatnya, tidak heran jika penyesatan dan tindakan-tindakan yang menyeleweng dari kebenaran Allah begitu merajalela.
Menurut pembacaan kita, kondisi ini membuat progresifitas pekerjaan, kasih dan pelayanan itu menjadi sia-sia. Sebab, semua itu dibarengi dengan tidak adanya sikap yang tegas terhadap dosa. Akibatnya, semua kerja keras itu tidak akan menghasilkan sesuatu yang maksimal, bahkan justru menjadi parasit bagai penyakit kanker yang membawa maut bagi umat. Sejarah Israel pada masa Imam Eli menjadi pelajaran bahwa pelayanan Imam Eli menjadi sia-sia karena membiarkan anak-anaknya terus menghujat Allah (1Sam.3:13-14). 1 Samuel 4 menyaksikan bahwa nukan hanya keluarga Imam Eli tetapi juga umat Israel menjadi bulan-bulanan serangan bangsa Filistin. Sungguh tragis, karena kemuliaan telah lenyap dari Israel (1Sam.4:22). Demikian pula dengan pergaulan bangsa Israel yang terlalu “mesra” dengan bangsa-bangsa Kanaan di sekitar mereka yang justru membawa petaka.
Seperti petani yang membasmi hama dan tanaman penghambat demikian pula seharusnya sikap kita terhadap dosa. Kita tidak boleh mentolelir dosa dan membiarkannya merajalela. Ini tidak berarti kita diperbolehkan untuk bersikap arogan, bertindak sebagai polisi dan hakim untuk menindak kemaksiatan. Ada cara-cara tegas namun positif yang bisa kita lakukan. Bahkan, kita diajarkan untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Dengan demikian, sebagai gereja maka kita akan menjadi terang dan melenyapkan kegelapan. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar